Sponsors

Minggu, 17 Juli 2011

Menuju Kemandirian Bangsa

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki sumber daya yang luar biasa biak Sumber Daya Alam ataupun Sumber Daya Manusia. Begitu melimpah, bahkan Indonesia mendapatkan julukan Surga Dunia, namun sumber daya yang melimpah tersebut tidak menjadikan ’sebagian besar’ penduduk Indonesia sejahtra. Justru sebaliknya bangsa kita memiliki jumlah penduduk tidak sejahtra dengan jumlah yang sangat banyak. Apalagi kalau berbicara kemadirian bangsa, bangsa ini sangat tergantung dengan bangsa ini, Indonesia yang memiliki sebutan negara Agraris tapi faktanya kenapa mengimpor beras dari negera tetangga. Mungkin ada yang salah dengan bangsa kita ini, untuk mewujudkan agar bangsa ini bisa mandiri setidaknya harus memuat sebagai berikut:
HAM dan Demokrasi
            Untuk mewujudkan kemandirian bangsa, Indonesia memerlukan konsistensi dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi yang benar dan pemenuhan HAM bagi rakyat. Demokrasi yang benar akan melahirkan akuntabilitas, tanggungjawab dan kepedulian sosial. Begitupula dengan penerapan HAM (ekonomi,sosial, politik,budaya) yang secara otomatis akan membentuk kehidupan masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Dengan demikian, dua wacana ini merupakan isyu komprehensif yang mencakup banyak varian-varian isyu seperti kebutuhan pangan, rumah bagi rakyat miskin, akses pendidikan dan kesehatan dan akses terhadap politik. Dua wacana tersebut barangkali menjadi gagasan yang dapat di dorong oleh gerakan mahasiswa dan elemen civil society lainnya untuk mewujudkan kemandirian Indonesia.
Negara Dan Rakyat
Setelah perjanjian Westphalia tahun 1664 konsep negara bangsa menjadi entitas kompleks (Ekonomi, Politik, Sosial, dan Budaya) yang berdaulat dimana melekat sejumlah otoritas dan kekuasaan untuk mengatur dan mengelola berbagai sumber daya yang tersedia bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Terdapat sejumlah pilihan sistem politik yang dapat diterapkan dalam mengatur dan mengelola sumber daya tersebut. Dari sederet pilihan sistem politik yang ada, mayoritas negara di dunia saat ini lebih memilih demokrasi sebagai model dan sistem politik yang dinilai paling proporsional, adil dan transparan. Dalam demokrasi, rakyat menjadi pemegang tertinggi kedaulatan dan rakyat dapat dengan terbuka melakukan kritik serta kontrol terhadap perilaku pemerintah maupun legislatif sebagai penyelanggara negara.
Mengapa kontrol itu penting? Pemerintah dan penyelenggara negara lainnya secara ideal menjadi lembaga yang diberi wewenang untuk mengelola negara demi kepentingan rakyatnya. Namun realitasnya pemerintah kerap melakukan tindakan dan mengeluarkan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat sebagai pemegang tertinggi kedaulatan negara. Penyimpangan ini setidaknya dipengaruhi oleh dua penyebab utama, yaitu dinamika politik internasional dan politik domestik itu sendiri. Dinamika politik yang tajam di dalam negeri suatu negara seperti Indonesia seringkali memengaruhi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan. Pemerintah tidak memiliki kuasa politik yang kuat, sehingga gesekan-gesekan politik dengan pihak lain akan memaksa pemerintah untuk bersikap kompromis dengan kepentingan-kepentingan kelompok (ekonomi maupun politik) tertentu, sehingga kebijakan pemerintah akan cenderung mengakomodasi kepentingna kelompok dengan meminggirkan kebutuhan mendasar rakyat. Selain itu, sikap, tujuan dan kepentingan dalam penyelenggaraan negara juga seringkali dipengaruhi oleh kekuatan internasional seperti lembaga keuangan IMF dan World Bank, WTO maupun negara-negara dunia pertama. Kekuatan internasional ini mampu memengaruhi kebijakan negara agar selalu menguntungkan mereka meskipun harus mengorbankan kepentingan rakyat. Dengan demikian, jika kekuatan internasional lebih besar daripada independensi pemerintah, maka dapat dipastikan bahwa kebijakan negara akan lebih mengarah pada pemenuhan kepentingan pemilik modal internasional daripada memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya sendiri. Dua hal ini selalu menjadi faktor dominan yang memengaruhi kebijakan suatu negara termasuk Indonesia. Melihat rentannya sikap dan kebijakan negara yang selalu berubah menurut kepentingan kelompok tertentu, pada posisi inilah peran kekuatan civil society sangat diperlukan untuk melakukan fungsi kritik dan kontrol terhadap pemerintah.
Demogarki politik
Indonesia secara politik masih berada dalam masa transisi menuju demokrasi sejati yang bersifat transparan, bersih, tanpa kebohongan dan bertanggungjawab. Saat ini proses demokratisasi itu bisa dibilang mengalami degradasi akibat perilaku politik oligarki yang ditampilkan oleh pemerintah maupun partai-partai politik. Gejala demogarki yaitu demokrasi yang berbalut oligarki politik elit, secara esensial akan berdampak sangat serius terhadap nasib kehidupan rakyat. Praktik oligarki politik inilah yang menjadi faktor penentu utama dalam perumusan sejumlah kebijakan publik yang akhirnya tidak merepresentasikan keinginan mayoritas rakyat, tapi sebaliknya mengabdi kepada kepentingan segelintir elit politik dan pengusaha asing maupun lokal.
Demokrasi semacam ini hanya menjadikan masyarakat sebagai komoditas politik musiman yang tidak memiliki kekuatan untuk melakukan artikulasi kepentingannya secara massif. Dengan munculnya beragam kritik dan protes dari berbagai kelompok termasuk bersuaranya para tokoh lintas agama, kita sebagai bagian dari publik Indonesia seharusnya bersyukur ketika para tokoh lintas agama negeri ini kembali bersuara menyuarakan keluhan dan derita umat. Munculnya kritikan yang memberikan efek tekan yang kuat kepada pemerintah ini setidaknya dapat menjadi martir pemecah kebekuan atas proses demokrasi-oligarki dan politik pencitraan akut yang sedang melanda negeri ini. Situasi ini menjadi sangat penting untuk menyelamatkan kepenting-kepentingan rakyat luas, sebab dengan gerahnya pemerintah atas kritikan para tokoh agama berarti pada titik itulah telah terjadinya proses komunikasi efektif dari para pemimpin umat kepada pemerintah yang akhirnya dapat memengaruhi perilaku dan kebijakan pemerintah. Ini yang disebut Jurgen Habermas dengan istilah demokrasi deliberatif.
Deliberasi Politik
Hebermas menegaskan bahwa dalam sebuah negara demokrasi, publik harus mendapatkan ruang yang seluas-luasnya untuk dapat berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan negara agar dapat ikut serta memastikan bahwa hak-hak mereka sebagai warga negara terpenuhi dengan baik. Dalam demokrasi, masyarakat harus dapat memainkan peranan yang signifikan untuk memengaruhi konfigurasi politik agar kebijakan pemerintah benar-benar berdasarkan atas pertimbangan keinginan rakyat.
Dalam proses deliberasi politik ini, semua elemen bangsa memiliki hak untuk ikut melakukan sumbang saran ataupun sumbang pemikiran -dengan cara-cara yang beragam- mengenai masalah maupun cara untuk menyelesaikannya misalnya seperti pemikiran untuk mengentaskan kemiskinan, menangani krisis pangan, korupsi,  dan sejumlah persoalan lainnya dalam suatu ruang publik bersama yang adil dan setara. Untuk itu setiap anak bangsa di negeri ini seharusnya sadar dan aktif melakukan komunikasi, dialog dan bentuk partisipasi lainnya dalam ruang publik yang terbuka luas itu yang kemudian dengan sendirinya akan mengkristal menjadi sebuah aspirasi publik, sehingga pada level tertentu dan dengan cara tertentu pula aspirasi tersebut akan memengaruhi proses pengambilan kebijakan publik.
Partisipasi aktif setiap anak bangsa dalam ruang publik dengan sendirinya akan memberikan efek batasan kekuasaan pemerintah dalam menjalankan amanah rakyat. Pemerintah tidak boleh menjadi elemen yang paling kuat tanpa dapat tersentuh oleh elemen demokrasi lainnya untuk menjaga dan memastikan kekuasaan itu dijalankan dengan selurus-lurusnya.  Dengan demikian, kritik maupun protes menjadi suatu keharusan dalam suatu penyelenggaraan negara. Seperti yang ditulis F.Budi Hardiman bahwa ketidakpatuhan warga adalah gerakan moral dan moral dalam pengertian Habermas adalah penegakan keadilan.
Sumber : Makalah Seminar Kebangsaan Zain Maulana (23 April 2011)

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More